Melawan Kekerasan di Dunia Pendidikan Sekolah: Tanggung Jawab Kita Semua
Ditulis oleh Curcool Official pada May 19, 2025

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan karakter serta kecerdasan anak. Namun, realita berkata lain: kekerasan masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan. Bentuknya bisa bermacam-macam : fisik, verbal, psikologis, maupun perundungan (bullying). Kekerasan dalam dunia pendidikan sering kali luput dari perhatian dan dibiarkan berlangsung secara sistemik.

Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan di sekolah menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Kekerasan tak hanya datang dari sesama siswa, tetapi juga bisa berasal dari guru atau tenaga pendidik lainnya. Lantas, apa yang membuat kekerasan ini terus terjadi, dan bagaimana kita bisa menghentikannya?

Akar Psikologis Kekerasan di Sekolah

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi., menyebutkan bahwa kekerasan di sekolah sering kali berakar dari pola asuh di rumah, lingkungan sosial yang permisif terhadap kekerasan, serta rendahnya kemampuan pengelolaan emosi pada anak. Anak yang terbiasa menjadi korban atau saksi kekerasan di rumah cenderung mengulang pola tersebut di sekolah, baik sebagai pelaku, maupun sebagai korban yang tak mampu melawan.

Kurangnya pendidikan karakter dan keterampilan sosial juga memperburuk situasi. Tanpa empati dan kontrol diri yang baik, anak-anak akan lebih mudah terdorong pada perilaku agresif sebagai respons terhadap konflik atau stres.

Pandangan Para Tokoh Pendidikan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa kekerasan di dunia pendidikan adalah musuh besar yang harus diberantas. Melalui program Merdeka Belajar, salah satu fokus utamanya adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan.

“Tidak ada tempat bagi kekerasan dalam proses pendidikan. Sekolah harus menjadi tempat yang mendorong anak untuk tumbuh, bukan membuat mereka trauma,” — Nadiem Makarim, Hari Anak Nasional 2023

Dampak Psikologis Kekerasan

Dampak kekerasan di sekolah bukan sekadar luka fisik, tetapi juga luka batin yang tak terlihat. Anak korban kekerasan bisa mengalami kecemasan berlebih, depresi, penurunan motivasi belajar, hingga trauma jangka panjang. Dalam beberapa kasus, kekerasan dapat menimbulkan post-traumatic stress disorder (PTSD) yang mengganggu perkembangan emosional dan sosial anak.

Psikolog anak dan remaja, Seto Mulyadi (Kak Seto), menekankan pentingnya peran guru sebagai pelindung dan pengamat psikologis.

“Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penjaga psikologis anak. Mereka harus peka terhadap perubahan perilaku siswa,” ujarnya.

Langkah-Langkah Melawan Kekerasan di Sekolah

1. Pendidikan Emosi dan Karakter Sejak Dini

Anak-anak perlu dikenalkan pada keterampilan pengelolaan emosi, empati, dan komunikasi non-kekerasan sejak dini. Program pendidikan karakter harus diintegrasikan dalam sistem kurikulum, bukan hanya menjadi tambahan pelengkap.

2. Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidik

Guru perlu dilatih dalam memahami psikologi anak, mendeteksi tanda-tanda kekerasan, serta menggunakan pendekatan yang humanis dan non-represif. Pendidikan berbasis kasih sayang dan pendekatan dialog harus dikedepankan.

3. Sistem Pelaporan yang Aman dan Rahasia

Sekolah perlu menyediakan saluran pelaporan yang aman, rahasia, dan mudah diakses. Siswa harus merasa yakin bahwa suara mereka akan didengar tanpa takut dihakimi atau mendapatkan balasan.

4. Melibatkan Orang Tua

Sinergi antara sekolah dan orang tua sangat krusial. Komunikasi rutin, forum diskusi, dan sesi konseling bersama akan memperkuat kesadaran pentingnya lingkungan yang bebas kekerasan.

5. Penegakan Sanksi dan Perlindungan

Setiap tindakan kekerasan harus ditindak dengan sanksi yang mendidik dan proporsional. Di sisi lain, korban harus mendapatkan perlindungan maksimal dan pendampingan psikologis untuk pulih dari trauma.

Melawan kekerasan di sekolah adalah tanggung jawab kita semua baik guru, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Kita tidak bisa menunggu hingga luka menjadi dalam untuk baru bertindak. Diperlukan komitmen kolektif agar sekolah benar-benar menjadi tempat tumbuh yang sehat, aman, dan nyaman bagi para siswa.

Karena pendidikan sejatinya bukan hanya soal angka dan nilai, tapi tentang membentuk manusia yang utuh, bahagia, sehat jasmani dan rohani.

Referensi

  • Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Laporan Tahunan 2023

  • Nadiem Makarim, Pidato Hari Anak Nasional 2023

  • Psikolog Anna Surti Ariani di CNN Indonesia Health, 2022

  • Kak Seto, dalam seminar “Sekolah Ramah Anak”, 2023

Ikuti Kegiatan Kami :

ig
Tiktok
WhatsApp
Youtube
Curcool Event